dari azuriel dominic
Halo kertas lusuh, kembali lagi denganku si pengecut.
Tepat dua bulan berlalu, rapuh tak juga usai. Seharusnya saya bahagia karena saya mengharapkannya. Seharusnya saya senang pada akhirnya saya terbebas. Tapi mengapa rasanya sangat membelenggu? Kenapa rasanya seperti jantung ini diremas sedemikian rupa sehingga sekedar berdetak pun butuh tenaga lebih?
Dia, yang sempat menemani saya selama 729 Hari penuh, harus mengakhiri sehari setelahnya, tepat dua tahun kami bersama.
Saya sempat bahagia, karena ego merasa permainan ini tidak selamanya harus ditutup. Namun ketika dia menunjukkan punggung redupnya, saya merasa sesak. Saya merasa, hati saya ikut meredup seiring hilangnya ia ditelan kabut.
Dan hari selanjutnya tanpa dia, saya hancur.
Saya bahkan tak sanggup untuk berfikir jernih, bahkan sampai tak sanggup berfikir kalau saya tetap hidup. Saya merasa mati rasa. Mengacuhkan segalanya, membiarkan permainan saya terbongkar selebar-lebarnya, dan meruntuhkan permainan itu dalam sekejap.
Saya bodoh. Terlampau bodoh untuk menjadi Pendampingnya.
Dan sekarang tepat hari ke-60 tanpa sapa hangatnya. Jangan ditanyakan, saya terlalu merindu akan sapa dan senyum manisnya. Seandainya saya bisa mengulang, saya akan berusaha rasa bosan itu hilang. Lebih baik saya bertahan dalam rasa bosan sesaat itu, namun esoknya ia tetap bersama saya.
Rasa sesal belum hilang, seperti tak memiliki waktu paruh sama sekali. Bahkan, cinta saya melebihi yang sebelumnya, dan berdampak hanya menyesakkan. Kalaupun bisa, saya ingin mengucapkan seribu kali lagi— tidak, bahkan seribu kali pun tak cukup. Saya ingin mengucapkan kata cinta untuknya sebanyak apapun yang saya mampu.
Ketika saya menulis ini, beruntung sekali melihat senyum tipisnya. Walau hanya setipis kertas dan itu pun untuk temannya, saya tetap menyukainya. Namun sorot matanya terluka, pasti itu karena saya. Si Bodoh yang hanya bisa melukai, itu saya.
Saya akan membuang kertas ini. Sekiranya ada seseorang yang menemukan kembali kertas ini sebelum hancur lebur, tolong katakan pada gadis itu bahwa saya amat mencintainya.
Katakan pada Insa, saya mencintainya, menyayanginya, merindukannya. Selalu.
Jangan sampaikan semua yang sempat saya sesali. Saya tak ingin dia kembali kepada saya walau saya tahu dia pun tak ingin, haha. Saya melukainya berulang, dan saya harap di hari selanjutnya, atau bahkan di kehidupan selanjutnya, saya tidak melukainya lagi, dan dia tidak menemukan saya sama sekali.
Jangan pernah. Jangan sekali pun ajak dia untuk berbalik. Saya takut saya melukainya lagi.
Salam Sunyi,
Azuriel Dominic.